Proses Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada
tahun 1944, di sejumlah medan pertempuran, Jepang menderita kekalahan telak.
Apalagi setelah kota-kota di Indonesia mulai mendapat serangan Sekutu, seperti
kota Ambon, Makassar, dan Menado. Bahkan, pada akhir 1944, tentara Sekutu sudah
berhasil mendarat di Balikpapan. Keberhasilan Sekutu ini pukulan telak bagi
Jepang. Kekalahan di sejumlah medan tempur tersebut telah meruntuhkan mental para
tentara Jepang.
Berbagai
ancaman terhadap Jepang dari luar negeri semakin tajam. Ini mengakibatkan
terganggunya stabilitas politik, yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan
kabinet Tojo. Pada tanggal 17 Juli 1944, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo
mengundurkan diri, ia digantikan Kuniaki Koiso. Menyadari mulai terdesaknya
para tentara Jepang di medan tempur tersebut, Perdana Menteri Kuniaki
Koisoberupaya memperbaiki martabat Jepang di mata negaranegara jajahan. Karena
itu pada tanggal 7 September 1944, di depan sidang parlemen Jepang (Teikiko
Ginkai), ia memberikan janji kemerdekaan kepada sejumlah negara, termasuk
Indonesia. Untuk membuktikan janjinya, Jepang memperbolehkan pengibaran bendera
merah putih di kantorkantor dan instansi. Tetapi harus berdampingan dengan bendera
Jepang Hinomaru. Menindaklanjuti janji perdana menteri itu, pada tanggal 1
Maret 1945 Panglima Tentara Jepang di Jawa, Kumakici Harada mengumumkan
pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Anggota badan ini berjumlah 67 orang, terdiri
atas 60 tokoh-tokoh pergerakan dan 7 orang Jepang. Terpilih ketua Rajiman
Wedyodiningrat, dan dibantu Ketua Muda R.P. Suroso dan seorang Jepang Icibangase
(Syucokan Cirebon). BPUPKI dalam sidangsidangnya berhasil merumuskan dasar negara
Indonesia yang akan segera didirikan. Undang-undang dasar yang akan dibuat,
nantinya dipakai sebagai sumber dari segala sumber hukum penyelenggaraan
pemerintahan.
Proses
penyusunan dasar dan konstitusi untuk negara Indonesia yang akan didirikan,
tercermin dalam sidangsidang BPUPKI dan sidang-sidang PPKI berikut ini.
a. Masa Sidang BPUPKI tahap I (29 Mei - 1 Juni 1945)
Setelah
dilantik secara resmi pada tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI langsung mengadakan
sidang. Sidang dilakukan dua tahap, yaitu tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945 dan
tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Pada sidang tahap pertama dibahas masalah azas
dan dasar negara Indonesia merdeka. Pada sidang itumdisepakati bahwa dasar negara
Indonesia harus berasal dari nilai-nilai yang sudah berakar kuat dan menjadi pikiran
rakyat yang tumbuh subur di seluruh lapisan masyarakat. Selama sidang itu ada
tiga tokoh yang memyampaikan pemikirannya, yaitu Mr. Muhammad Yamin, Ir. Soekarno,
dan Prof. Dr. Mr. Supomo.
Pada sidang tanggal 29 Mei 1945, Muhammad
Yamin menyampaikan pidato yang berisi rancangan azas negara Indonesia.
Rancangan itu berisi lima azas, yaituperi kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
ke-Tuhanan, perikerakyatan, dan kesejahteraan sosial.
Pada
tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Supomo juga menyampaikan pidato dasar negara
Indonesia. Menurut Supomo, dasar negara Indonesia adalah persatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Dan
pada tanggal 1 Juni 1945, Sukarno, menyampaikan pidatonya bahwa falsafah dan dasar
negara Indonesia meliputi kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri
kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan Yang Maha
Esa. Oleh Ir. Soekarno, lima azas yang diusulkan itu diberi nama Pancasila.
Dalam masa sidang pertama tersebut, belum disepakati mengenai dasar negara Indonesia.
Sebelum
mengakhiri sidang tahap pertama, disepakati membentuk tim yang terdiri atas
sembilan orang yang dinamakan Tim Sembilan. Tim ini beranggotakan Ir. Soekarno
merangkap ketua, Drs. Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosuyoso,
Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Subarjo, KH. Wachid Hasyim, dan
Mr. Muhammad Yamin. Tugas Tim Sembilan adalah merumuskan rancangan pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD). Tim Sembilan ini merampungkan tugasnya pada tanggal 22
Juni 1945 dan menghasilkan rumusan yang dinamakan Piagam Jakarta (Jakarta
Carter). Piagam ini berisi limaazas yang akan dijadikan dasar falsafah bangsa,
yaitu :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau perwakilan.
5. (Serta dengan mewujudkan suatu) Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Setelah
mengalami perubahan, Piagam Jakarta tersebut dijadikan sebagai Pembukaan UUD
1945b. Masa Sidang BPUPKI tahap kedua (10 Juli-17 Juli 1945) Setelah melakukan
masa reses, pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945, BPUPKI menggelar sidang
kembali. Pada sidang kedua ini dibahas Rancangan Undang-Undang Dasar serta
pembukaannya. Untuk memperlancar sidang, dibentuk panitia yang diberi nama
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Panitia ini diketuai Ir. Soekarno.
Sebelumnya juga sudah dibentuk Panitia Hukum Dasar, yang anggotanya berjumlah
tujuh orang, yaitu Mr. Wongsonegoro, Prof. Dr. Supomo, Mr. Achmad Subarjo, A.A.
Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Sukiman. Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar menyetujui isi Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
dirumuskan oleh Panitia Hukum Dasar. Hasil rumusan Panitia Hukum Dasar
disempurnakan oleh panitia yang terdiri atas Supomo, H. Agus Salim, dan Prof.
Husien Djayadiningrat. Beberapa pokok dalam batang tubuh yang penting dalam kesepakatan
itu antara lain sebagai berikut :
1. Wilayah negara sama dengan wilayah jajahan Belanda
(Hindia Belanda).
2. Bendera nasional Merah Putih.
3. Bahasa nasional Bahasa Indonesia.
Pada
akhir masa persidangan, Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja tim yang dipimpinnya.
Hasil kerja tim ini berisi pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan Undang- Undang
Dasar, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar. Dalam sidang ini, BPUPKI menerima
secara bulat. Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1998. Munculnya kembali perdebatan
tersebut, bermula pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, seorang opsir Jepang mengaku
didatangi perwakilan Indonesia bagian timur. Opsir Jepang itu menyatakan, jika
rumusan Pembukaan UUD hasil sidang BPUPKI tidak diubah, Indonesia Timur tidak
mau bergabung dengan Indonesia. Akhirnya setelah melalui perdebatan dan
mengakomodasi aspirasi wakil Indonesia Timur yang kebanyakan beragama Kristen,
lalu diadakan perubahan dasar negara, yaitu sebagai berikut.
1. Kata Mukadimah UUD diganti dengan kata Pembukaan.
2 Dalam Preambule (dalam Piagam Jakarta) anak kalimat
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Pasal 6 ayat 1 UUD, Presiden adalah orang
Indonesia asli dan beragam Islam. Kata beragama Islam dicoret.
4. Pasal 29 ayat 1, menjadi Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, sebagai pengganti “Negara berdasar atas Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
No comments:
Post a Comment