Wednesday, April 18, 2012

Peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda akhirnya mendengar berita kekalahan Jepang atas Sekutu di Perang Asia Pasifik, yang sebelumnya dirahasiakan oleh pemerintah Jepang. Kekalahan Jepang atas Sekutu akibat pemboman Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Kekalahan Jepang tersebut dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia yang menyadari adanya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda yang terdiri atas Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Darwis, dan Wikana mendesak Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

1. Perbedaan pandangan golongan tua dan golongan
muda
            Ada perbedaan pandangan yang sangat mendasar antara sikap golongan tua dan golongan muda tentang saat yang paling tepat untuk pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan proklamasi kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa
pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang. Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan dalam rapat Panitia Peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan proklamasi kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan muda menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan itu dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Bagi kalangan muda, kemerdekaan adalah hak bagi seluruh bangsa termasuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, proklamasi kemerdekaan harus sama sekali lepas dari pengaruh penjajah Jepang dan siapapun. Lebih-lebih jika kemerdekaan itu dijanjikan oleh bangsa yang menjajah Indonesia, yang berarti bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia
merupakan sebuah pemberian atau hadiah, dan bukannya perjuangan.


2. Peristiwa Rengasdengklok
            Perbedaan pendapat antara golongan tua dengan golongan muda mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno Hatta. Pukul 04.00 dini hari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Aksi "penculikan" itu sangat mengecewakan Bung Karno. Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan.
            Setelah ada jaminan bahwa Ir. Soekarno dan Moh. Hatta bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada esok harinya tanggal 17 Agustus 1945, mereka segera kembali ke Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945
malam.

2 comments: